TOKOH PEMIMPIN ISLAM : Umar Bin Abdul Aziz , sosok pemimpin
yg adil.
A.
PENDAHULUAN
Allah swt adalah Zat yang Maha Adil dan Bijaksana, buktinya Ia tidak
membiarkan hambanya terjerumus dalam kehancuran ketika hambanya bingung
mengenai tujuan hidupnya, juga dalam menentukan mana yang benar dan yang salah. Allah
swt memganugrahkan syariat dan hukum-hukum yang mengatur dan dapat membantu
manusia dalam mencapai realitas kebahagiaan. Allah swt menciptakan manusia
sebagai Makhluk yang paling sempurna.disertai dengan berbagai macam naluri,
termasuk di dalamnya naluri bertuhan, dan naluri beragama. Oleh karena itu
manusia hidup di dunia ini mengemban amanah sebagai seorang khalifah
(pemimpin).yang tugas utamanya adalah membangun kemakmuran dan kesejahteraan
hidup umat manusia serta menciptakan perdamaian dan ketertiban antar umat
manusia.
Kepemimpinan dalam islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, oleh karena itu sosok pemimpin yang
disyariatkan adalah pemimpin yang beriman sehingga hukum-hukum allah swt dapat
ditegakkan dan diterapkan. Hukum-hukum Allah harusditegakkan agar
keadilan dan kebenaran dapat terjamah oleh orang-orang yang tertindas dan
terdzalimi baik itu dari kalangan muslim maupun non muslim karena pada
hakekatnya islam itu adalah rahmat bagi seluruh alam.
Sejarah islam mencatat, keberhasilan para pemimpin dikalangan umat
islam, khususnya ketika zaman Rasulullah SAW. Konsep kepemimpinan ini masih
menjadi sebuah tanda tanya besar dikalangan umat islam sendiri, apalagi
ditambah dengan, semakin hilangnya pigur-pigur, dan tokoh-tokoh yang mahir
dalam kepemimpinan, perbedaan tersebut karena dipengaruhi oleh, sebagian
ajaran-ajaran orang Barat. Mengapa banyak negara yang penduduknya mayoritas
muslim, akan tetapi system pemerintahannya masih mengadopsi system barat? Itu
juga disebabkan karena pemimpinnya yang tidak mengedepankan system islam dan
memilih system barat yang pada akhirnya dapat mengikis habis pemahaman asli
umat islam terhadap kepemimpinan. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak jaman
dahulu sampai sekarang ini, orang-orang barat selalu mengontrol kepemimpinan
umat islam dan tentunya terpilih atau tidaknya seorang pemimpin pun (misalnya
kepala Negara) tidak terlepas dari campur tangan mereka dan dibantu oleh
antek-antek mereka yang tersebar di mayoritas negara yang berpenduduk muslim.
Ini merupakan kendala dan menjadi tantangan yang sulit bagi umat islam yang
menginginkan kepeminpinan bardasarkan islam. Belum lagi tersebarnya stigma
masyarakat akan kejelekan kepemimpinan islam yang sudah tertanam dalam benak
mereka bahwa islam hanya mengajarkan kekerasan, identik dengan teroris, dan
lain sebagainya yang pada akhirnya menimbulkan fhobia terhadap islam.
Seiring dengan bergantinya zaman, maka bergantipulalah sistem
kepemimpinan, akan tetapi bagi umat islam sistem kepemimpinan yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnyalah, sistem yang paling baik dan akurat,
dengan tidak mengenyampingkan sistem-sistem baru yang memang itu sejalan dengan
yang dicontokan rasul, dan diajarkan didalam al-Quran. Artinya, kita tidak
menolak ataupun menerima system barat secara keseluruhan akan tetapi memfilternya dan
mengambil yang sejalan dengan spirit islam.
B.
PEMBAHASAN
Umar Abdul Aziz : Sosok Pemimpin
Yang Adil
Adil, jujur,
sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’
yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada
era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang
mengharumkan nama Islam.
Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat
yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan
menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat
menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang
bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.
Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga
Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas
negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi
menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk
meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.
Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi
kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski
Umar bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama
menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya,
Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai
penggantinya.
Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah
pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid
menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera
berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman. ‘’Bangunlah wahai Umar
bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’
ungkap Raja’.
Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan
dengan rendah hati berkata, ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan
kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya.
Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang
kalian kehendaki.’’ Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut
ba’iatnya.
Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun
akhirnya menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada
Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan
yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di
rumahnya.
Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan
kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu
mengingatkan Umar untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat.
Sang anak, Abdul-Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya
agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya.
Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus
pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur. ‘’Apakah yang sedang engkau
lakukan wahai Amirul Mukminin?’’ ujar Abdul Malik. ‘’Wahai anakku, ayahmu letih
mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan
seperti ini,’’ jawab Umar. ‘’Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda?’’
tanya sang anak. ‘’Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian
ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ ucap Umar.
Lalu Abdul-Malik berkata, ‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan
masih hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin
yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’ Umar
pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, ‘’Segala puji bagi Allah yang
mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’
Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada
era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya
memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun. Meski bukan berasal dari
keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin
Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin
Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 di Halwan sebuah perkampungan di
Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah.
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari
Khalifah Abdul-Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu
Asim-lah, darah Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz . Umar
bin Khtattab meminta anak laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan
jujur. Dari hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila
atau Ummu Asim.
Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar
bin Abdul-Aziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana
sudah sempat dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat
bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening
yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.
Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya
memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar
kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah
seorang periwayat hadis terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah
wafat.
Umar lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan
anaknya bernama Fatimah. Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah
oleh Khalifah Al- Walid. Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan
memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi
memiliki menara dan kubah. Umar tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia
meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta
kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah
sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.
Pembaruan DI Masa Khalifah Umar II.
Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti
Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah
membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani
Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani.
Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu
telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu
bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam.
Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan
menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan
diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan
saluran irigasi.
Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan
dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus,
khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan
diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar
II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi
berlangsung lancar.
Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan
semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap
memberontak berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan
senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui
diskusi.
Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata
taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat
dan umat, Umar II melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin
Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum
Syiah.
Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya
yang selalu menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan
itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah
berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh
dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan,
Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.
Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu
ternyata benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari
pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong- bondong memilih
Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat terkagum- kagum dengan kebijakan
itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat
yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang
tak memberatkan.
Cermin Kesahajaan Sang Khalifah.
Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri
kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian
sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, ‘’Cuma
itu saja pakaian yang dimiliki khalifah.’’ Hal itu begitu kontras dengan
keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’ Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’ Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.
Kedua,kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga.
Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’Umar berhasil
menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil
Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat,
‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika.
Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun
saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua
rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’
Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada Hamid bin
Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi
itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal
masih banyak uang. Khalifah Umar memerintahkan. ‘’Carilah orang yang dililit
utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’
Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. ‘’Saya sudah membayar utang
mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi.
‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah,
nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati
Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal
ternyata masih banyak uang.’’ Adakah pemimpin seperti itu saat ini?
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Pada saat ini, banyak umat islam yang mencoba menerapkan sistem baru,
yang bervariasi ragamnya, yang jelas itu banyak yang tidak sejalan dengan apa
yang telah dianjurkan Rasulullah SAW. Perlu ditekankan disini, bahwa sebuah
sistem betapapun baiknya tanpa dijalankan oleh pemimpin yang baik tentu tidak
akan jalan. Seperti saat ini, betapa banyak dan lengkap perangkat hukum di
negara yang kita cintai, namun mengapa banyak yang amburadul. Mungkin ini
disebabkan oleh pemimpinnya yang tidak mumpuni. Oleh karena itu seorang
pemimpin dalam islam itu tidak boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai
pedoman dalam memilih calon pemimpin masa depan:
1.
Setia, yaitu pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
2. Tujuan,
Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok
tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
3. Berpegang
pada Syariat dan Akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh
menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat.
4. Pengemban
Amanah, Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai
oleh tanggung jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan
tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar