BUDAYA ORGANISASI
1. Pengertian dan Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (2003) pengertian budaya organisasi adalah sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama,
merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh suatu organisasi.
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan
karakteristik dari suatu budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan
menyukai budaya atau tidak.
Budaya merupakan konsep penting untuk memahami masyarakat dan kelompok
manusia dalam jangka waktu yang panjang, tak terkecuali di dalam sebua
organisasi. Mengidentifikasi dan memahami budaya organisasi mempengaruhi
keberhasilan dalam hal intelektual dan financial dalam perusahaan. Menurut
Mowat (2002) budaya organisasi adalah “the personality of the organization: the
shared beliefs, values and behaviours of the group. It is symbolic, holistic,
and unifying, stable, and difficult to change.”
Menurut pandangan Davis (1984):“Pengertian budaya organisasi merupakan pola
keyakinan dan nilai-nilai organisasionalyang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan
oleh organisasional sehingga polatersebut memberikan arti tersendiri dan
menjadi dasar berperilaku dalam organisasional”. Budaya organisasi merujuk
kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggotaanggota
suatu organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya.
Budaya organisasi adalah apa yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi
itu menciptakan suatu pola keyakinan, nilai, dan ekspektasi. Schein (1981)
dalam Ivancevich et.al., (2005) mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari
asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok
tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena
itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk
berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang
dihadapinya.
Definisi Schein menunjukkan bahwa budaya melibatkan asumsi, adaptasi,
persepsi dan pembelajaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa budaya
organisasi memiliki tiga lapisan:
- Lapisan pertama mencakup artifak dan ciptaan yang
tampak nyata tetapi seringkali tidak dapat diinterpretasikan.
- Lapisan kedua terdapat nilai atau berbagai hal
yang penting bagi orang. Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau
keinginan.
- Lapisan ketiga merupakan asumsi dasar yang
diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka. Termasuk dalam lapisan ini
adalah asumsi yang mengatakan kepada individu bagaimana berpersepsi,
berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja, hubungan
manusia, dan kinerja rekan kerja.
Terdapat tujuh karakter utama yang menjadi
hakikat dari budaya organisasi:
- Inovasi dan pengambilan resiko: sejauh mana para
karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
- Perhatian terhadap detail: sejauh mana karyawan
diharapkan mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian
terhadap detail.
- Orientasi terhadap hasil: sejauh mana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang
digunakan untuk meraih hasil tersebut.
- Orientasi terhadap individu: sejauhmana
manajemen dalam mempertimbangkan efekefek keberhasilan individuindividu
didalam organisasi
- Orientasi terhadap tim: sejauh mana aktivitas
pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
- Agresivitas: sejauh mana orangorang agar berlaku
agresif (kreatif) dan (kompetitif), dan tidak bersikap santai.
- Stabilitas: sejauh mana aktivitas organisasi
dalam mempertahankan status quo (Robbins, 2002)
Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
adalah sebuah sistem bersama yang meliputi keyakinan, nilainilai dan perilaku
kelompok yang membedakannya dengan organisasi lain. Terdapat tujuh karakter
utama yang menjadi hakikat dari budaya organisasi seperti inovasi dan
pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi terhadap hasil,
orientasi terhadap individu, orientasi terhadap tim serta agresivitas dan
stabilitas.
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya
organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada
didalamnya.
Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya
menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu:
- Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal
batas, yang artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain.
- Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
- Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.
- Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
- Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna
dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap
biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian,
pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat
kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi
organisasi.
Dengan dilebarkannya rentang kendali, didatarkannya struktur,
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya
karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang
kuat memastikan bahwa semua karyawan diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya
budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
2. Tipologi Budaya Organisasi
Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett (1998)
mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat dan
budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif.
Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai
memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai
yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan
secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah
walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara
intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima
nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka
makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah,
nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak
begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah
setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif yang
menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya
yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu dapat
berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi
oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan
sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka
pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang
seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi dibutuhkan
untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda
itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan sistem terbuka
dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk
dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus
tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca
kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian secara cepat.
Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan
karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan perilaku yang harus
dipenuhi
- Norma-norma
- Nilai-nilai yang dominan
- Filosofi
- Aturan-aturan
- Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya
yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada
pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10
karakteristik budaya organisasi, yaitu:
- Inisiatif individu
- Toleransi terhadap risiko
- Pengarahan
- Integrasi
- Dukungan manajemen
- Pengawasan
- Identitas
- Sistem penghargaan
- Toleransi terhadap konflik
- Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki
dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi
dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang
diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang
harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil
keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia
didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam
pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi
dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil
kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas
dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan
dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi
dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh
para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap
bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang
digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas,
menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara
penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti
pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil
kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan
sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik
yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas
pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-budaya-organisasi.html
http://www.psychologymania.com/2012/10/fungsi-budaya-organisasi.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html
DAFTAR PUSTAKA
http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-budaya-organisasi.html
http://www.psychologymania.com/2012/10/fungsi-budaya-organisasi.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html